Cerita Islam Membangun Iman. Kunjungi terus Iyah Website kami, Yang InsyaAllah akan update terus tiap hari selasa dan Jum'at

About me

LightBlog

Breaking

LightBlog

Entri Populer

Senin, 04 Juli 2016

BERTAQWA BUKAN BERARTI MENDERITA




BERTAQWA BUKAN BERARTI MENDERITA
          Suatu hari, Sufyan Ats tsauri datang ke rumah Imam Ja’far Ashi Shadiq. Ia mendapati sang Imam mengenakaan pakaian serba putih yang sangat indah. Kemudia Sufyan Berkata “:ini bukanlah pakaian tuan, tuan tidak patut melumuri diri dengan perhiasan dunia yang fana ini. Seyogyanyalah tuan hidup dengan zuhud dan menghiasi diri dengan taqwa”.
          Imam Ash Shadiq menjawab “dengarkanlah perkataanku, sesungguhnya bermanfaat bagimu didunia dan di akherat jika kamu meninggal dalam berpegang pada sunah dan kebenaran, dan tidak mati dalam berbuat bid’ah, mungkin terlintas dibenakmu keadaan Rasulullah dan para sahabatnya yang sangat sederhana ketika hidup dulu. Namun ketika dunia sudah dihidangkan untuk manusia, maka yang berhak diatasnya adalah orang-orang yang taat bukan orang-orang yang ingkar, orang-orang yang beriman bukan orang-orang yang munafik, dan orang-orang Islam bukan Orang-orang kafir”.
          “Wahai Tsauri, apa yang engkau ingkari atas diriku ? Demi Allah, sesungguhnya sekalipun aku berpakaian indah seperti yang kau lihat. Namun sejak aku dewasa, baik pagi atau pun petang, kapan ada hartaku yang dapat aku berikan kepada seseorang, maka pasti akan kuberikan” lalu keluarlah Sufyan tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
          Berikutnya, masuklah sekelompok orang ke rumah Imam, mereka adalah orang yang zuhud dan mengajak manusia agar mengikuti jejak mereka untuk hidup dalam kesengsaraan.
          Mereka berkata kepada Imam, “sahabatku Tsauri telah kehabisan alasan”
          “bila kamu sekalian punya alasan. Kemukakanlah” jawab Imam.
          Lalu mereka berkata “alasan kami adalah beberapa kesimpulan Al Qur’an” ucap mereka.
          “paparkanlah ayat-ayat itu, sesungguhnya ayat Al Qur’anlah yang paling patut dianut dan dilaksanakan” jawab Imam.
          “Allah menceritakaan tentang sekelompok orang yang dekat dengan Rasulullah : “Mereka mengutamakan kaum muhajirin atas diri mereka walaupoun mereka sendiri dalam kondisi kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung (Lih. QS : al Hasyr : 9) di ayat lain Allah pun berfirman : dan mereka memberi makan kepada orang-orang miskin, anak-anak yatim dan para tawanan dengan makanan yang mereka sukai”” (Lih. QS: ad Dahr: 8).
          Kemudian berdiri salah satu diantara mereka, lalu berkata “aku sama sekali tidak melihat engkau zuhud dalam soal makanan yang baik tetapi engkau memerintahklan manusia untuk zuhud dalam harta, sehingga engkaulah yang bersenang-senang dengan harta itu”
   http://www.ansharusyariah.com/img/khutbah/zakat.jpg
          Imam pun menjawab “tinggalkanlah apa yang tidak bermanfaat. Katakanlah padaku, apakah kalian mengetahui nasikh mansukh (ayat yang menghapus dan ayat-ayat yang terhapus) dan ayat mukhamat serta mutasyabihat dalam Al Qur’an, yang dalam hal ini banyak umat yang tersesat dan celaka?” lanjut Imam “dari sinilah kamu tertimpa bencana. Adapun yang kamu sebutkan kepadaku tentang ayat Al Qur’an yang mengisahkan tentang kebaikan perbuatan orang-orang Anshar terhadap orang-orang Muhajirin itu memang orang yang baik, tapi itu merupakan hal yang mubah. Di waktu itu mereka tidak dilarang melakukanya. Mereka mendapat pahala dari Allah karenanya. Hal itu, karena kemudian Allah menyuruh dengan perintah yang dikerjakan, maka perintah Allah itu merupakan nasikh (penghapus) dari perbuatan mereka, sedang larangan-Nya merupakan petunjuk bagi orang-orang beriman. Maksudnya agar mereka beserta keluarganya tidak tertimpa bahaya, karena diantara mereka ada anak-anak kecil yang lemah dan orang-orang tua yang tak tahan lapar”
          “seandainya aku bersedekah sepotong roti, padahal aku tidak punya roti selain itu, maka mereka akan binasa kelaparan. Oleh karena itulah Rasululloh bersabda, ‘Barang siapa yang ingin menafkahkan kurma, roti, dinar atau dirham yang dimilikinya, maka yang paling utama untuk dinafkahi adalah kedua orang tua, kedua dirinya sendiri serta orang yang menjadi tanggunganya. Ketiga para kerabat dan saudara-saudaranya yang mukmin, keempat para tetangganya yang miskin dan yang kelima untuk kepentingan dijalan Allah, itulah nafkah yang ,mendapat pahala yang terbaik’.
          “ketika Rasululloh mendengar salah seorang penduduk madinah menafkahkan seluruh hartanya pada detik-detik terakhir menjelang kematianya, padahal dia mempunyai anak yang masih kecil, Beliau bersabda ‘seandainya kalian memberitahukanku, tak akan kubiarkan kalian menguburnya dipemakaman ummat Islam, dia telah menjadikan anak-anak terlantar dan meminta-minta’.”.
          Kemudian Ash Shadiq berkata lagi, “ayahku, Baqir, pernah memberitahukan kepada bahwa Rasululloh bersabda ‘Orang pertama yang patut dinafkahi adalah orang yang terdekat, kemudian yang terdekat’.”
          Sang Imampun  terus melanjutkan perkataanya “selain dari itu Al Qur’an pun menolak perkataan kalian dan melarang perbuatan kalian. Alloh Berfirman. ‘Dan orang-orang yang apabiila membelanjakan harta dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir. Pembelanjaan yang baik adalah yang pertengahan diantara keduanya’. (Lih. QS: al Furqan; 67) di ayat lain Alloh Berfirman, ‘sesungguhnya Ia tak suka kepada orang-orang yang berlebihan’.” (Lih. QS al Anam: 141). Jadi Alloh melarang kaum muslimin berlebih-lebihan dan berlaku kikir. Alloh tidak membenarkan seseorang menafkahi seluruh kekayaanya, sementara dia bedoa kepadaNya agar ia diberikan rizki olehNya. Allah tidak mengabulkan doanya!”
          Sesungguhnya Alloh SWT telah mengajarkan NabiNya bagaijmana seharusnya membelanjakan harta. Beliau pernah menafkahkan sejumlah emas karena tidak senang ada emas barang sedikitpun dirumahnya, maka dalam sehari itu beliau menyedekahkan semua emas yang ada padanya. Pada hari berikutnya, beliau didatangi sesorang yang hendak memohon pertolongan, ternyata tak ada sesuatu pun yang dapat diberikan kepadanya. Karena hal itu, amat sedihlah hati Rasululloh. Ketika itu turunlah ayat: Dan janganlah kau jadikan tanganmu terbelenggu dalam lehermu dan jangan pula kau terlalu mengulurkanya maka kamu akan menjadi tercela dan menyesal (QS al Isra: 29)
          Dan sang Imam pun meneruskan kata-katanya, “Dahulu ketika Abu Bakar dalam keadaan kritis menjelang wafatnya beliau diminta supaya berwasiat, maka beliau berkata, ‘saya berwasiat seperlima hartaklu, dan seperlima itu banyak. Sesungguhya Allah ridho dengan sperlima.’ Abu Bakar mewasiatkan seperlima Hartanya , meski sebeenarnya Alloh memberinya kemampuan untuk berwasiat sepertiga. Sekiranya Abu Bakar berpendapat berwasiat itu lebih baik, tentu sekian itulah yang beliau lakukan”
          Hal itu terjadi pula pada diri Salman dan Abu Dzar yang dikenal; dengan kezuhudan dan kewara’anya. Setiap kali Salman mengambil bayaranya, ia selalu menyisihkan makanan untuk satu tahun. Disimpan sampai datang bayaran berikutnya. Bertanyalah seseorang kepadanya ‘Hei Abu Abdulloh, engaku adalah orang zuhud tapi mengapa berlaku demikian ? padahal engkau tidak tahu akan mati sekarang atau besok. ’ia menjawab, ‘mengapa engkau mengharapkan aku segera mati? Apakah kamu tidak mengerti bahwa tiap-tiap jiwa ada sepertiga bagian lalu jika sedang ditimpa kesusahan hidup maka ia bisa menyadarkan diri kepadanya, jika hlkehidupanya sedang lapang ia merasa tenang’.
          “Adapun Abu Dzar sebagai seorang zuhud, ia mempunyai banyak onta dan domba. Jika ada diantara keluarganya menginginkan daging atau sedang ditimpa kesulitan hidup, ia perah susunya dan ia sembelih binatang tu, kemudian dagingnya dibagi-bagikan. Dia sendiri pun menmgambil bagian sebagaimanan bagian yang diberikan kepada orang-orang, Tidak lebih banyak dari bagian mereka. Siapakah yang berani mengaku lebih zuhud dari mereka, padahal Rasululloh sendri telah mengatakan demikian rupa mengenai mereka?”
          “jadi kebahagiaan dan kebaikan seorang mukmuin bukanlah terletak pada kekayaan ataupun kepapaanya, melainkan tergantung pada iman dan akidahnya, baik dalam keadaan kaya maupun dalam keadaan miskin. Sungguh aneh, bila ada seorang mukmin yang menyengsarakan dirinya dengan keyakinan bahwa kesengsaraan itu merupakan kebahagian dan kebaikan.”
          “perlu kalian ketahui pula, jika semua manusia seperti kalian dalam berzuhud, tak peduli sama sekali dengan harta dunia. Maka pada siapa sedekah akan diberikan jika seorang mau membayar kifarat sumpah atau kifarat nazar? Kepada siapa zakat unta, kambing, sapidan lain-lain akan diserahkan? Kepada pula zakat emas, perak, buah-buahan dan segala harta zakat akan dibayar? Seandainya Islam menjadikan sebagai dunia ini sebagai tempat kepapaan dan penderitaan hidup, atau sebagai tempat berpaling dari segala bentuk kesenangan, atau sebagai penjara kemiskinan dimana manusia harus mendekam didalamnya, tentulah orang-orang miskin itu telah sampai kepada apa yang dicita-citakan Islam. Lalu buat apa kita diwajibkan memberi zakat kepada mereka? Tentunya tidak perlu mengusik lagi kebahagiaan yang sedang mereka nikmati, yaitu kefakiran, dan tak perlu lagi mereka menerima pemberian.”
          “jika dunia yang dikehendaki adalah seperti apa yang kalian katakan mestinya tak boleh ada seeorang yang menyimpan harta benda. Apa yang dimilik seseorang haruslah dicampakan, walaupun ia sendiri sedang dihimpit kesulitan hidup, jelek nian dunia yang kalian dambakan, dan kalian telah membawa ummat ini kembali kepada situasi kebutaan terhadap Kitab Allah dan Sunnah Rasul. Kalian telah menolak hadist-hadist yang tidak sesuai dengan jalan hidupn kalian tempuh. Inilah suatu ketololan yang lain pula… Ingatlah kiah Nabi Sulaiman ketika memohon Kehadirat Allah agar dikaruniai kerajaan yang tidak dimiliki oleh seseorangpun sesudahnya. , kemudian Allah mengabulkanya. Kita tahu bahwa Nabi sulaiman adalah penyeru dan sekaligus sebagai pelaksana kebenaran. Ternyata Allah tidak mencela perbuatanya. Sampai sekarangpun tak ada seorang mukmin yang menyalahkan sikapnya.”
          “kenanglah pula riwayat Nabi Yusuf! Pernah beliau berkata kepada raja mesir, ‘jadiukanlah aku bendaharawan Negara, sesungguhnya aku adalah orang pandai menjaga lagi berpengetahuan’. Ketika beliau memegang jabatan, datanglah masa paceklik, sehingga penduduk Negara-negara tetangga berbondong-bondong ke kerajaanya untuk mendapatkan makanan darinya. Beliau adalah penyeru danb pelaksana kebenaran, dan nyatanya tidak ada seorangpun yang mengkritik tindakanya”
          “Oleh sebab itu, hendaklah kalian berperangai dengan perangai Allah. Penuhilah perintahNya dan jauhiolah laranganNya. Apa-apa yajg masih ssamr-samar tinggalkanlah selagi kamu tak mempunyai pengetahuan mengenainya. Kembalikanlah nilmu kepada ahlinya, niscaya kalian akan diberi pahala dan diampuni oleh Alloh. Pelajarilah ilmu tentang Nasikh-mansukh dalam Al Qur’an dan ayat-ayat muhkamat serta  mutasyabihat. Apa yang dihalalkan oleh Allah, sesungguhnya kaan menjadikamn kamu dekat dengan Allah dan menjauhkan kamu dari kebodohan. Nbiarkanlah kebodohan itu kem bali kepada pemiliknya, sesungguhnya orang-orang bodoh itu banyak, sedangkan orang-orang berilmu itru sedikit.” Demikianlah nasihat yang cukpuyp panjan g dari Imam Ja’far ash Shadiqkepada orang-orang yang kehidupan zuhudnya berlebih-lebihan. Wallahu A’lam…….. (Hidayah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Adbox